Dumai ( DNN) – Prihatin dengan kondisi warga Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai, hal tersebut tidak membuat pemerintah kota Dumai yaitu DLH Dumai untuk menindak perusahaan PT. Inti Benua Perkasatama (PT. IBP) yang dengan sengaja dan terang benderang membuang hasil olahan WTP (Water Treatment Plant) yaitu Costic Soda (NaO2) yang merupakan bahan kimia berbahaya bagi kesehatanĀ dan biasa digunakan untuk disinfektan dalam pengolahan airĀ mereka melalui drainase yang mengalir langsung ke pemukiman warga dari hasil aktivitas perusahaan tersebut, hal ini juga yang membuat hati warga was-was.
Masyarakat mendesak Kepala Daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Dumai turun tangan dan bukan hanya diam untuk menyelesaikan masalah secepatnya. Aparat hukum juga diminta menindaklanjuti pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan pengrusak lingkungan tersebut.
“Kebijakan Kepala Daerah untuk memerintahkan dan menerjunkan Tim dari DLH Kota Dumai segera mengeluarkan keputusan untuk menghentikan aktifitas dan operasional perusahaan dan mendengarkan keluhan dan aspirasi warga sekitar,” kata Pengacara Publik dan sekaligus Putra Daerah Dumai Eko Saputra, SH, CPL, kepada Dumainews.net (29/7/19) siang itu.
Menurut Eko Saputra, bila DLH Kota Dumai tidak melakukan hal tersebut yang jelas – jelas perusahaan tersebut melanggar aturan, bisa jadi bukti DLH Kota Dumai dan Instansi Pemerintah terkait hanya peduli pada investasi dan pembangunan semata dan tanpa melihat dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem yang diakibatkan dari kegiatan operasional perusahaan itu.
“Pemerintah Kota Dumai dan juga Aparat Penegak Hukum harusnya capat tanggap dan merespon keluhan warga, karena mereka semua Abdi Masyarakat. Bukan sebaliknya mendiamkan apa yang disuarakan masyarakat. Di satu sisi, Pemerintah Kota Dumai terus kampanyekan Go Green,” ungkapnya.
“Kita minta penegak hukum dan Instansi memeriksa ijin yang diterbitkan pemerintah kepada PT. IBP Lubuk Gaung, atau paling tidak dinas terkait mengambil langkah awal untuk melarang. Jangan mereka memilih diam dan bungkam seolah hal tersebut tidak pernah terjadi, apakah warga harus terinfeksi dan sakit dahulu baru di respon,” tandasnya.
Masyarakat sekitar yang dikonfirmasi media ini, mengakui ada sisa cairan kimia pengelolaan pabrik dibuang melalui drainase ke pemukiman masyarakat tapi tidak mengetahui hal tersebut limbah B3 berbahaya yang bisa mengancam kesehatan masyarakat sekitar.
“Kami mengetahui ada pembuangan cairan hasil pengolahan pabrik sawit dibelakang ini pak. Namun, kami tidak mengetahui bahwa cairan itu limbah B3 yang termasuk kategori berbahaya,” ungkap seorang warga yang enggan menyebutkan namanya, Kamis (25/07/2019).
Tambahnya, masyarakat sudah memberi tahu perusahaan agar pembuangan cairan melalui drainase di pemukiman masyarakat ditutup atau lahan masyarakat dibeli dan diberi kompensasi saja sama perusahaan.
“Parit ini bang, coba dilihat air kotoran atau jenis yang lain. Setiap hari kami selalu menghirup aroma tidak sedap, air sumur sudah tercemar tidak bisa dipakai, padahal kami sudah meminta agar lahan kami ini dibeli atau dibayarkan oleh pihak perusahaan, biar kami pindah dari sini agar ini tidak berlarut – larut dan mengancam kesehatan anak cucu kami,” jelasnya.
Terpisah, ditanyakan soal diduga cairan limbah B3 di pabrik Lubuk Gaung, Pimpinan PT IBP Melong tidak menjawab dikonfirmasi melalui Humas PT IBP Sarmin menepis bahwa mereka ada membuang limbah B3.
“Itu parit drainase ke laut,” kata Sarmin singkat saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp telpon selulernya.
Ketika ditanya, bahwa pembuangan cairan itu berada di pemukiman masyarakat bukan drainase ke laut. Humas PT IBP Musimas Grup itu tidak merespon, coba konfirmasi melalui telpon seluler tidak diangkat hingga berita ini dimuat.
di dalam aturan jelas termuat Pelanggaran dalam pengelolaan limbah B3 tanpa izin (Pasal 102), Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tidak melakukan pengelolaan limbah B3 (Pasal 103), Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000, 00 (tiga miliar rupiah).
Penulis : RSA
Komentar