oleh

Pengertian Yang Dapat Di Hukum Menurut Sifat Yang Dapat Di Hukum

ARTIKEL (DNN) – Setiap delik memiliki sifat wederrechtwlijk. undang-undang yang memuat larangan atau perintah membuat sanksi sebagai akibat tidak dipatuhinya larangan atau perintah tersebut. Salah satu unsur perintah atau larangan itu adalah wederrechtwlijk, jika unsur wederrechtwlijk tidak terbukti, sifat dapat dihukum menjadi hapus.

alasan-alasan yang menghapus atau membebaskan hukuman tersebutdalam ilmu hukum pidana disebut strafuitsluitingsgronden, yakni meskipun perbuatan telah memenuhi semua unsur delik, sifat dapat dihukum lenyap karena terdapat alasan-alasan yang membebaskannya.

adakalanya sifat dapat dihukum itu lenyap karena alasan tertentu, tetapi sifat wederrechtwlijk tetap ada. Misalnya : pencurian antara suami-istri. Si suami atau istri tidak dapat dihukum, tetapi yang membantu atau bersama-sama melakukan pencurian tetap dapat dihukum.

Prof. Setochid Kartanegara memberikan pengertian tentang strafuitsluitingsgronden, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan orang yang telah melakukan sesuatu yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (delik) tidak dapat dihukum. tidak dapat dihukum dimaksud karena tidak dapat dipertanggung jawabkan .

berbicara tentang seseorang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan , tentu tidak dapat terlepas dari seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan. Syarat-syarat seseorang dapat dipertanggung jawabkan menurut para ahli Prof. Mr. GA Van Hamel sebagai berikut :

  • Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga ia mengerti atau menginsafi nilai dari perbuatannya.
  • Orang harus menginsafi bahwa perbuatannya menurut tata cara kemasyarakatan adalah dilarang
  • Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya

“Tidak dapat dihukum” juga berarti penghapusan pidana. Dahulu pada saat pembentukan KUHP 1881, pembuat dalam UU dalam M.v.T mengutarakan dasar penghapusan pidana tersebut, yakni :

  1. semua dasar penghapusan pidana berhubungan dengan dapat dipertanggung jawabkannya perbuatan itu pada sipelaku.
  2. semua dasar penghapusan pidana  disebut satu persatu dalam UU

Dalam hal ini, alasan sipelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya itu terletak diluar dirinya. Nah doktrin menyebut dengan istilah . misalnya Pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Tidak dapat dihukum barang siapa melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya oleh karena pertumbuhan akal sehatnya yang tidak sempurna, atau karena gangguan penyakit pada kemampuan akal sehatnya.”

Ontoerekeningsbaarheid adalah perbuatan nya yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pelalumya. dalam hal ini, tidak dapat dipertanggung jawabkan dihubungkan dengan perbuatannya. Doktrin menyebut dengan istilah rechsvaardigingsgronden. misalnya : Pasal 48 KUHP “Tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh suatu sebab yang memaksa” Pasal 50 KUHP “Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan undang-undang”.

Perkembangan selanjutnya dari ilmu hukum pidana tentang dasar penghapusan pidana tidak lagi hanya yang disebut dalam KUHP, tetapi telah ada bebarapa dasar penghapusan pidana yang tidak di atur dalam KUHP. hal ini telah disebut Prof. Mr. JM Bemmelen, yakni :

  • Hak mendidik dari orang tua dan sebagainya
  • Hak Jabatan Dokter dan sebagainya
  • Mewakili Urusan Orang lain (Advokat/Lawyer)
  • Tidak adanya melawan hukum materil
  • Tidak adanya kesalahan sama sekali
  • Dasar penghapusan pidana Putatif.

Penulis : Mahasiswa Pascasarjana Hukum UIR Eko Saputra,SH.,C.PL

(sumber : Asas Hukum Pidana, L.M)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *