oleh

Millenials, Generasi Yang Kurang Kompetitif dan Kurang Loyal Di Tempat Kerja

ARTIKEL (DNN) – Saat perusahaan merekrut generasi milenial, di visi HRD harus bersiap karena 1-2 tahun dan maksimal masuk ke dalam 3 tahun bisa jadi mereka mengajukan resign (Pengunduran Diri) . Loyalitas yang rendah serta kecenderungan menjadi kutu loncat di tempat kerja dan membuat generasi milenial akrab dengan sebutan sebagai job hopper.

saat ini ada studi dari Gallup menemukan sebanyak 21% milenial berpindah tempat kerja dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Jumlah ini tiga kali lipat lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Tak seperti generasi sebelumnya, milenial kurang tertarik dengan longterm employment , Millennials kill long-term employment, Millennials kill employee loyalty.

Sebagai generasi yang selalu mencari tantangan baru, generasi milenial selalu terbuka dengan setiap peluang karier baru. Rata-rata mereka merencanakan bertahan di tempat kerja hanya selama 12 bulan ke depan tau lebih kurang hanya 1 tahun. Faktor pendorongnya ada dua, mengejar passion atau jabatan dan mencari pengalaman baru. Perilaku kaum milenial yang hobi berpindah-pindah kerja ini disadari mulai menjadi ancaman bagi talent management khususnya Dept Human Capital.

Karena itu, perusahaan perlu memahami perbedaan mendasar antara generasi milenial dengan generasi-generasi sebelumnya di lingkungan kerja. Jika Baby Boomers dan Gen-X bekerja untuk mendapat gaji bulanan dan mencapai kemapanan, lain halnya dengan milenial. Mereka bekerja untuk aktualisasi diri semata, atau kata lainnya sebagai Formalitas bahwa mereka bekerja.

Aktualisasi diri, menurut Abraham Maslow, merupakan puncak dari pemenuhan kebutuhan mendasar manusia. Kecenderungan job hopper pada generasi milenial dilihat sebagai upaya meningkatkan kapasitas diri untuk mencapai aktualisasi diri. Jadi bukan hanya untuk memenuhi aspek fungsional, seperti gaji, insentif, dan tunjangan.

Maka dari itu banyak milenial memilih suatu pekerjaan yang kurang ingin dari dasar, melainkan langsung ingin di puncak teratas tanpa harus berjuang dahulu untuk mencapai puncak yang diinginkannya. mereka selalu beranggapan bahwa status sarjana atau diploma mereka itu sudah tinggi aspek pendidikan nya dari pada yang hanya tamatan SMA, sehingga mereka merasa bahwa ia bisa berkompetisi dari latar belakang pendidikan dibawahnya bisa ia taklukkan. tetapi mereka tidak menyadari pendidikan hanyalah  suatu syarat kualifikasi untuk suatu pekerjaan, banyak di negara eropa saat ini mereka merekrut karyawan bukan hanya lagi dilihat dari setinggi apa pendidikan mereka, melainkan apa yang bisa kita beri kepada perusahaan dengan target yang kita buat sendiri dan skill yang mumpuni.

Kalau kondisinya seperti itu, mungkin millenial akan sulit untuk bersaing pada zaman saat ini yang semakin ketat akibat pasar bebas yang di galakkan oleh Pemerintah semua akses terbuka , dan kita bebas keluar masuk ke negara tetangga untuk bekerja atau semacamnya. kalau kita tidak menekuninya mungkin kita akan tertinggal demi hanya mencari passion dan style.

 

 

Penulis : Eko Saputra, SH,CPL

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *